Dengan Pertimbangan selama 5 tahun Dewan Penasihat Hyang Bhatoro Agung Suryo Wilatikto Keturunan Brahmaraja yang ke XI telah meneliti siapa yang berhak mendapat Abhiseka "Sri Wilatikta" karena nama ini sangat Wingit dan kalau dipakai Tanpa Abhiseka akan membawa Malapetaka, Juga kalau Perjuangan yang di Abhiseka kurang Tulus Iklas khususnya kepada leluhur juga akan membawa KUWALAT {bahasa Jawa} dan TULAH {bahasa Bali} maka Dewan penasihat bahkan ada yang dari China telah memilih Wedakarna dengan Pertimbangan :
Waktu Singaraja menginginkan Ganesha Tertinggi di Dunia menyamai keberadaan Pura Majapahit di Garuda Wisnu Kencana [GWK] yang menyungsung Pratima Prabu Airlangga dan sudah diketahui banyak Orang Hyang Surya mengatakan "Sungsung Pratima ganesha Majapahit pasti Terwujut Ganesa Tertinggi di Dunia di Singaraja" Pemrakarsa adalah Budi [Marhaen], Jelada [Mangku], Arya Sunu Dosen IKIP] dll Ternyata Pemuda Wedakarna membuat Gagasan bersama Karl Gunter Meyer berhasil mewujutkan Patung Ganesa tersebut Tepat 9 Bulan setelah Pratima ganesa majapahit berada di Singaraja dan Peresmian Patung Ganesa Tertinggi di Dunia dan masuk Musium Rekort Indonesia [MURI] oleh Raja Abhiseka Majapahit Sri Wilatikta Brahmaraja XI mewakili Majapahit yang diakui Dunia dan Sukmawati Soekarnoputri Mewakili Pendiri Indonesia Bung Karno juga Tokoh Tokoh Dunia anggota World Hindu Youth Organization dengan menanda Tangani Prasasti. Setelah Ganesa Tertinggi terwujut Pratima Ganesa ditarik kembali ke GWK.
Wedakarna pun Berani Mendak Pratima Siva Parwati dan Durga Mahisa nandini Majapahit untuk di Upacarai di Kampus Universitas Mahendradata, Juga Kirap Pratima Ganesa dan Acara Acara yang menyangkut Pura Majapahit yang berada di Bali karena Pura majapahit Trowulan tidak boleh Ritual dan kegiatan dalam bentuk apapun, Jadi Wedakarna lah yang selalu membuat Acara Majapahitan di Bali yang ber sekala Internasional. Ada kesamaan antara Wedakarna dan Pura Majapahit Trowulan, Kalau Pura majapahit di Trowulan di Tutup Berita Pura Majapahit dengan Pusakanya sangat bagus di Media Bali dan banyak yang Simpati, Sedang Wedakarna yang tidak mengalami Penutupan Universitasnya tetap jalan hanya diganti dari "MARHAEN" menjadi "MAHENDRADATA" Tapi nama Wedakarna sangat Buruk di Media dan kurang banyak mendapat Simpati bahkan malah banyak hambatan dan kritikan waktu itu sejak 2004, Jadi ada persamaan dengan Pura Majapahit dan Universitas Mahendradata tapi terbalik atau berlawanan bila digabung akan saling mengisi, Nama Hyang Suryo lagi Puncak nya di Media sedang Wedakarna lagi Terpuruk, Pura Majaphit Trowulan namanya lagi Terpuruk ditutup di Bali tidak ada yang membela, Nama Universitas Mahendradata tidak ada masalah di Bali jadi masih bisa di Kibarkan kalau digabungkan akan saling menutup Keterpurukan dan Ketenaran yang sama dengan Wedakarna bila di Tunjang nama majapahit akan= IMPAS atau sama sama lah dengan modal Nol ini tidak Minus tentu bisa MAJU bila direstui LELUHUR.dan berjuang dengan Tulus Iklas dan terbukti Wedakarna Meroket menjadi DOKTOR dan REKTOR termuda di Dunia 2009. "JER BASUKI MOWO BEYO"
Dengan Upacara Upacara Leluhur majapahit Tingkat Internasional untuk membuktikan Dunia kalau Majapahit masih ada dan memang ada, akhirnya 2009 Wedakarna berhasil menjadi DOKTOR Termuda di Dunia, Juga menjadi REKTOR Termuda di Dunia dan pada Upacara Tahun Baru 1-1-2009 di Besakih yang ke 8 X nya Pemuda Aneh ini mengundang Pratima Majapahit Masuk Pura Besakih yang kebetulan ada Pelinggih Brahmaraja dan Ratu Mas dan Wedakarna pun tidak tahu Pelinggih ini [Tulisan Lengkap di Blog lain 666 tahun], Karena Pratima Ratu Mas untuk Pertama kalinya Melinggih di Pelinggihnya di Besakih atas Undangan Wedakarna Sedang Pihak lain tidak ada Satupun yang mengundang Upacara di Besakih Selama Pratima Majapahit di Bali, maka waktu itu Wedakarna oleh Sri Wilatikta Brahmaraja XI di Lantik sebagai Raja Negara bali didepan Leluhur Ratu mas di komplek Pura Brahmaraja Wisesa. Mengingat sudah 8 X setiap tahun Baru Pemuda Nyentrik ini selalu Meditasi dan ber Tapa di Besakih yang pertama 1-1-2001 hanya 3 Orang kata Weda sendiri dan tidak ber Hura Hura seperti Pemuda pada Umumunya, inilah yang dilihat Para Penasihat Brahmaraja XI untuk melantik Pemuda yang Aneh ini sebagai Raja Negara [Jembrana] Bali agar Dunia mengetahui dan terbukti Raja Thailand mengundangnya, Hingga Raja Negara Bali [Hindu] dan Raja Thailand [Buda] bisa bertemu duduk bersama dalam Kesatuan Siwa Buda Majapahit, juga sesuai Pertapaannya dan Keuletannya berjuang juga mengendalikan 800 Organisasi Tingkat Dunia membuktikan kebrilianan Otak nya dan Yang Aneh malah Percaya leluhur nya majapahit yang pada Umumnya Pemuda Ilmiah kurang Percaya pada hal hal yang diluar Akal Sehat. Jadi Raja Negara [Jembrana] Bali dianggap Luar Negri Seluruh Bali, Kini sekalian saja Raja Majapahit Bali [yang Orang Jawa bilang Bali itu Kembali ] agar berkiprah nya di Dunia makin dipercaya dan mengharumkan nama Majapahit yang dianggap tidak ada dan Majapahit Hyang Suryo selalu nge Klaim Bali Adat nya yang terkenal Hindu yang baru diakui 1961, padahal yang diklaim hanya kecil Leluhur nya di Mrajan Kuna Peninggalan Majapahit saja Termasuk Besakih, Dulu Era Orde baru Orang takut termasuk Bali menyebut Leluhur Majapahit selalu menyebut Ista Dewata Sang Hyang Widi Wasya dan bikin Pura Hindu baru bukan Leluhur tapi Padma satu untuk Tuhan/Hyang Widi/Allah sampai Pelajaran SD Pura adalah tempat Ibadah Hindu, Hanya Hyang Suryo tetap berani menyebut Pure dalam Rumah/Puro/Pura/Keraton adalah Tempat/Kuburan Leluhur bukan Tuhan/Hyang Widi hingga di Tutup Camat yang Pemerintah RI di Tuduh Tempat Ibadah Hindu dan Hyang Suryo menyebarkan Agama Hindu padahal hanya Tempat Leluhur masuk Budaya, padahal banyak pendukung Kejawen, Islam, Kristen, Hindu, Buda, Konghucu dll yang percaya Leluhur bersatu di Pure Leluhur Majapahit dalam Rumah/Puro/Griyo/Dalem Hyang Suryo, dan Universitas Marhaen pun tidak disenangi sampai ganti Mahendradata jadi kesamaan nasib dan kesamaan Perjuangan untuk Leluhur Majapahit lah semua ini. Wedakarna di Abhiseka "Sri Wilatikta" agar di Mata Dunia yang mengagumi Majapahit Tidak dipandang sebelah Mata mengingat Indonesia adalah Negara Islam terbesar di Dunia tapi terpuruk jadi Budak, Korupsi merajalela, Jadi biarpun Majapahit Kecil masih ada Sinar Kebesaran nya dan Sutasoma nya yang ada di Bali, kan Penampilannya Besar mengingat Bung Karno pun Besar yang menggali Pancasila untuk Dasar Negara biarpun di Tumpas beserta Pengikut nya 1965-1966 dan namanya mau dihapus dari Sejarah tapi kan Pancasila masih digantung ? Universitas Marhaen nya yang didirikan1963 masih ada biarpun ganti Mahendradata yang kini Rektor nya Wedakarna yang kerja sama dengan The Majapahit Center, The Sukarno Center, Forum Kebangkitan Siwa Buda dll.
Kembali 31-12-2009 menyongsong 1-1-2010 Pemuda Terpandai dan Rektor Termuda ini Tidak diduga duga masih juga meneruskan Acara Aneh nya tidak ber Hura Hura disela sela Kesibukannya sebagai Rektor malah secara Resmi mengundang lagi Pratima Ratu Mas untuk Nyejer Besakih Pura Majapahit pun mengumumkan Undangan Resmi ini kepada Para Sepiritualis yang mau tidak ber Hura Hura pada Malam Tahun Baru 2010 dan bagi yang sibuk atau perlu Liburan atau simpatisan yang tidak mengerti Pratima tidak diberi tahu karena akan mengganggu Liburannya dan bila diberi tahu lalu tidak datang akan kena Tulah / Kuwalat jadi hanya tertentu yang diberi tahu Termasuk AA Ngurah Darmaputra SH Juru Penerangan [JUPEN] Pura Majapahit mengingat Kesibukan nya kerja di Perusahaan Belanda yang pasti Merayakan Tahun Baru secara Besar Besaran jadi Darmaputra yang 1970 an Pernah dilantik juga didepan Ratu Mas Besakih tapi tanpa Pratima oleh Sri Wilatikta Brahmaraja XI sebagai Pendeta Majapahit hingga memiliki Kemampuan Niskala yang Hebat juga tidak diberi tahu, Ternyata Kali ini tidak tanggung tanggung dukungan mengalir dari Jawa, Bali, Nusantara dan Luar Negeri dan yang Para Pecinta, Pendukung, Simpatisan, Keturunan Majapahit Penggemar Tapa, Tirakat, Semedi Tidak ber Hura Hura, Jadi yang hadir Orang Orang Aneh dan Khusus karena Orang Normal sulit bisa Hadir pada malam tahun Baru di Pura yang Sepi di Lereng Gunung Agung, Pada hal Undangan untuk Brahmaraja XI numpuk untuk Acara Tutup Tahun, Akhirnya Demi Leluhur Ratu mas Brahmaraja XI pun sekalian Odalan untuk Ratu Mas di Pelinggih Ratu Mas Besakih Lengkap dengan Gamelan dan Barongsai yang benar benar dipersiapkan dengan Matang jadi Musik nya Siwa -Buda dan untuk pertamakalinya diadakan di Besakih khusus di Pelinggih / Meru Ratu Mas dan Brahmaraja Kawitan, Dan tanpa di Sengaja pula Wedakarna malah Nyeleneh membawa Tapel / Topeng Gajah Mada dan Kebo Iwa untuk di Taksu oleh Sri Wilatikta Brahmaraja XI Raja Abhiseka Majapahit untuk Persatuan Jawa dan bali, ini yang aneh lagi katanya ini Pawisik Niskala, Akhirnya benar Juga ada Bisikan Ilmiah dan Gaib atau Sekala dan Niskala "Trimurti" jadi 2 Tapel 1 Weda sekalian di Taksu, Akhirnya yaitu Weda di Abhiseka dengan gelar "SRI WILATIKTA" supaya ada sepasang Sri Wilatikta, sebab di Besakih Pusaka Pusaka Tombak Pengawal pun sepasang, yang hadir pun sepasang ada Laki ada Perempuan Pelinggih pun Sepasang yaitu Pelinggih Brahmaraja dan Ratu Mas, Jadi kini "WILATIKTA" pun sepasang Tertua dan Termuda, yaitu wedakarna sebagai Wilatikta Muda yang bisa berkiprah sebagai simbol Majapahit menghadapi Dunia yang kelak milik anak Muda.
Jadi inilah alasan mengapa Pemuda Wedakarna mendapat Abhiseka nama "Sri Wilatikta" karena dinilai Perjuangannya kepada Majapahit baik Sekala maupun Niskala sudah mencukupi di Bandingkan Yang Lain selama Pura majapahit di Bali Silahkan mempertimbangkan, memang banyak pertanyaan tapi silahkan menilai Alasan dan Tulisan ini dan janganlah berpikiran buruk karena menyangkut Leluhur yang bisa membuat Kuwalat [Jawa] dan Tulah [Bali] kata AA Ngerah Darmaputra SH yang tidak diberi tahu dan memang tidak bisa hadir bila diberi tahu sekalipun karena kerja di LIBI Belanda,***
Di Era Kemoderenan ini memang sebuah Nama Besar akan berguna bila yang memiliki sanggup Berjuang, Pendidikan dan Kepandaian memadai lepas Pro dan Kontra apalagi Wedakarna juga sebagai President World Hindu Youth Organization, Juga ada 17 Tanda Tangan Dukungan raja, Delegasi Rusia juga sudah menemui Weda, bahkan Raja Thailand pun pernah mengundang nya kalau India jangan tanya, serta banyak Kegiatan Tingkat Dunia yang di Geluti dan memang Sri Wilatikta Brahmaraja XI tidak punya Pendamping yang Mumpuni untuk kesana kemari dan masih Muda serta kuat dan Briliant, Dahulu ada gajah Mada yang keliling Dunia, ya kini ada Pemuda Wedakarna juga bisa keliling Dunia karena hanya Simbol maka Gelar "Sri Wilatikta Tegeh Kori Kepakisan I" sangatlah Tepat untuk berkiprah mewakili Majapahit Siwa -Buda yang kebetulan Pemuda ini juga Pendiri "FORUM KEBANGKITAN SIWA BUDA" yang di Ketuai Gusti Raden Panji [GRP] Prawirodipoero dan Sri Wilatikta Tegeh Kori Kepakisan I dan Sri Wilatikta Brahmaraja XI sebagai Penasihat saja dan Para Pakar nya yang sangat Mumpuni di Bidangnya dan banyak DOKTOR nya minimal SH, Drs, MBA, SE dll terdiri dari berbagai SARA [Suku, Ras dan Agama] dan sudah men Dunia serta didukung Leluhur Penasihat Bhatara Wisnu Empu Daha dan Empu Daka, serta Ramalan Sabdopalon Noyogenggong pun sudah berjalan, jadi kalau tidak reaksi berjuang atau membuat Simbol Majapahit masih ada kan kurang enak dengan Para Leluhur yang 500 tahun Sengsara Tidak bisa di Upacarai di Tanah nya Sendiri dan sudah memberikan Jalan Terang Bagi Kerja Sama Persatuan ini jadi marilah kita Yakin Majapahit sudah Bangkit Hari ini jangan ngitung ngitung kapan ? atau tidak percaya diri, Marilah BANGKIT sesuai KEHENDAK LULUHUR NUSANTARA jangan hanya Tong Kosong Nyaring Bunyinya, inilah KASUNYATAN berbahagialah yang hidup saat ini dimana bisa menyaksikan tepat 500 tahun Kebangkitan Majapahit sesuai Tulisan Sabdopalon Noyogenggong marilah kita saksikan bersama Bukti Tulisan Beliau jangan sampai kita malah jadi Korban Pageblug nya Pagi Sakit Sore Mati demikian sebaliknya SEKALI LAGI MARI ELING, Bejane Wong Lali Luwih Bejo Sing Eling lan Waspodo ,
Cam' kan ini ada Pepatah Manusia berusaha Tuhan yang menetukan ini Pepatah Baru, ada Pepatah Kuno "LELUHUR SUDAH MENENTUKAN lha kok kita tidak USAHA ?" Leluhur Sampai Menulisdan mewariskan Kitab Kitab sampai Jangka Tanah Jawa sampai Kiamat Kobra seperti Suku Maya yang kiamat 2012 bukan Jangka Tanah Arab kita malah Acuh tidak Percaya dan tidak Usaha malah merasa tidak tinggal di Jawa tapi di Arab 1500 tahun yanglalu Zaman Abunawas Seribu satu Malam dengan Lampu Aladinnya, malah Terlena Tulisan dan Buku Leluhur Tanah Negara Lain Arab yang jauh dimata, Aneh Tapi Nyata sekali lagi Leluhur sudah Menetukan tinggal menjalankan kok tidak mau aneh kan ? Coba Pikir dengan Jernih ini Saudara China begitu Maju nya menguasai Asia dalam Era Perdagangan Bebas sejak 1-1-2010 kita ? masih lelap mimpi jalan jalan di Padang Pasir sambil naik Onta ya ? diluaran sudah Naik Pesawat Super Sonik di China sudah ada Kereta Api tercepat di Dunia kok masih mimpi naik Keledai {Team Penasihat Puri Surya Majapahit}
Halo sahabat...
Saya ingin tau apa TARGET dan Cita-Cita kamu Tahun 2010 ini ?
. Apakah ingin memiliki Mobil Mewah ?
. Ingin memiliki Rumah Mewah ?
. Ingin memiliki Bisnis Besar ?
. Bebas Finansial ?
. Hidup Mapan dan Sejahtera ?
TETAPI... Bagaimana CARA meraih itu semua ?
. Butuh Modal BESAR ?
. Harus berpendidikan TINGGI ?
. Harus Bekerja sangat KERAS ?
Mampukah kamu ?
Coba luangkan waktumu sejenak melihat situs ini : http://www.asetshare.com/?ref=5152
Di AsetShare.com! kamu akan mendapatkan penghasilan milyaran rupiah tanpa perlu bekerja keras!
Menggunakan sistem otomatis yang pasti akan menghantarkan kamu menjadi seorang milyuner! DIJAMIN!
Perlu BUKTI ?
Kunjungi Website saya : http://www.asetshare.com/?ref=5152
Sukses Selalu!
Majapahit. Oleh : Ngarayana
Hampir selama 1000 tahun, kerajaan-kerajaan Hindu tumbuh subur di pulau Jawa. Kejayaan Hindu mulai menyurut sejak runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu Nusantara akibat datangnya Islam pada abad ke 15. Hampir selama 500 tahun Hindu di Indonesia dapat dikatakan hampir punah, namun pada tahun 1970-an terjadi fenomena dimana Hindu tumbuh dengan pesatnya disaat Indonesia di landa kerisis politik dan ekonomi.
Risert etnografis yang dilakukan Thomas Reuter terhadap lima kelompok masyarakat pada beberapa daerah candi-candi Hindu besar di jawa diperolehlah telahan sejarah politik dan dinamika sosial yang mengarah kepada kesimpulan bangkitnya Hindu di Jawa.
Thomas Reuter menyatakan ketertarikannya pada pulau Jawa setelah 10 tahun melakukan penelitian di Bali. Menurutnya, kebanyakan masyarakat Bali menganggap diri mereka sebagai keturunan kaum ningrat kerajaan Hindu Jawa Majapahit yang menaklukkan Bali di abad ke 14. Jumlah orang Bali yang bertirtayatra ke candi-candi Hindu di Jawa semakin bertambah. Bahkan tidak jarang orang Bali terlibat dalam pembangunan dan pelaksanaan upacara di candi/pura baru di Jawa.
Dalam konteks sejarah dan politik, masih banyak orang Jawa mempertahankan kepercayaan warisan tradisi Hindu selama berabad-abad sambil juga memeluk Islam. Kepercayaan ini dikenal sebagai agama Jawa (kejawen) atau Islam Jawa (Islam abangan, nama yg dipakai Geertz 1960). Beberapa kelompok masyarakat terpencil masih tetap memeluk Hindu secara terbuka. Salah satu kelompok ini adalah masyarakat Hindu yang tinggal di dataran tinggi Tengger (Hefner 1985, 1990) di Jawa Timur. orang-orang ‘Hindu’ Jawa yang ditulis di laporan ini adalah mereka yang tadinya Muslim dan kemudian murtad untuk memeluk agama Hindu.
Laporan tahun 1999 yang tidak pernah diumumkan oleh Kantor Statistik Nasional Indonesia memperkirakan terdapat 100.000 orang Jawa yang secara resmi murtad atau ‘kembali lagi’ pindah dari Islam ke Hindu dalam waktu 20 tahun terakhir. Pada saat yang bersamaan, cabang organisasi Hindu (PHDI) Jawa Timur mengatakan bahwa umatnya bertambah sampai berjumlah 76.000 di tahun ini saja. Angka ini tidak sepenuhnya dapat dipercaya, dan tidak dapat pula menggambarkan besarnya kebangkitan agama Hindu di Jawa karena ini hanya berdasarkan nama agama yang tercantum di KTP dan hanya berdasarkan laporan agama resmi. Menurut pengamatan Thomas Reuter, banyak yang pindah agama tapi tidak melaporkan diri.
Meskipun demikian, perhitungan jumlah orang Hindu di Jawa ternyata lebih banyak daripada orang Hindu di Bali. Data yang dikumpulkan secara independen selama penelitiannya di Jawa Timur menunjukkan bahwa laju proses perpindahan agama melesat secara dramatis selama dan setelah jatuhnya Pemerintahan Rezim Suharto di tahun 1998.
Sebelum tahun 1962, agama Hindu tidak diakui secara nasional sehingga orang-orang Hindu tidak bisa mencantumkan agama mereka secara resmi. [1] Permohonan pengakuan Hindu sebagai agama resmi diajukan oleh organisasi agama dari Bali dan dikabulkan pada tahun 1962 demi kepentingan masyarakat Bali yang mayoritas adalah Hindu. Organisasi yang terbesar yakni Parisada Hindu Dharma Bali yang kemudian diubah menjadi PHD Indonesia (PHDI) di tahun 1964, berupaya untuk memperkenalkan Hindu secara nasional dan bukan hanya milik Bali saja (Ramstedt 1998).
Pada awal tahun 1970-an, orang-orang Toraja Sulawesi mengambil kesempatan ini dengan memeluk agama nenek moyang mereka yang banyak dipengaruhi oleh Hindu. Masyarakat Batak Karo dari Sumatra di tahun 1977 dan masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan di tahun 1980 juga melakukan hal yang sama (Bakker 1995).
Identitas agama menjadi masalah hidup-mati saat agama Hindu memperoleh status resminya, yakni di saat terjadinya kerusuhan anti komunis di tahun 1965-1966 (Beatty 1999). Orang-orang yang tidak dapat menyebutkan agamanya digolongkan sebagai orang atheis dan dituduh komunis. Terlepas alasan politis ini, kebanyakan orang menganut Hindu karena ingin mempertahankan agama nenek moyang dan bagi masyarakat di luar Jawa, Hindu merupakan pilihan terbaik dibandingkan Islam. Sebaliknya, kebanyakan orang Jawa tidaklah melihat Hindu sebagai agama pilihan di saat itu karena kurang adanya organisasi Hindu dan juga karena takut pembalasan organisasi-organisasi Islam besar seperti Nahdatul Ulama (NU). Anggota-anggota muda NU tidak hanya aktif membunuhi orang-orang komunis tapi juga unsur-unsur Jawa Kejawen atau anti Islam yang banyak dianut Partai Nasionalis Islam milik Sukarno selama tahap pertama pembunuhan masal di jaman itu (Hefner 1987). Demi keselamatan nyawanya, para pengikut Kejawen terpaksa mengumumkan diri mereka sebagai Islam.
Pada awal Orde Baru, Presiden Suharto tidak mengikuti paham agama apapun. Baru di tahun 1990-an, Suharto mulai mendekati organisasi-organisasi Islam. Awalnya Suharto adalah pembela aliran Kejawen yang gigih, tapi ia lalu mengajukan tawaran-tawaran kepada kelompok Islam di masa itu karena berkurangnya dukungan masyarakat dan militer terhadap rezimnya. Tindakannya yang paling jelas tampak pada dukungannya atas Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), yang anggotanya secara terbuka menginginkan negara dan masyarakat Islam Indonesia (Hefner 1997).
Kekawatiran mulai tumbuh tatkala ICMI menjadi organisasi yang mendominasi birokrasi nasional dan melaksanakan program-program pendidikan Islam besar-besaran dan pembangunan mesjid-mesjid melalui Departemen Agama dan sekali lagi menyerang aliran dan penganut Kejawen. Pada waktu yang sama, terjadi pembunuhan-pembunuhan oleh ekstrimis Muslim atas orang-orang yang dituduh sebagai dukun yang melakukan pengobatan tradisional Kejawen. (Ingat serentetan kasus pembunuhan dukun santet oleh ‘ninja’ yang terjadi di desa-desa terpencil di Jawa?)
Pengalaman-pengalaman pahit dan penindasan membuat para penganut Kejawen takut dan juga benci. Dalam wawancara yang dilakukan di tahun 1999, orang-orang yang baru saja murtad dan memeluk Hindu di Jawa Tengah dan Timur mengaku bahwa mereka sebenarnya tidak keberatan dengan identitas Islam. Tapi mereka sakit hati saat harus meninggalkan tradisi Hindu Jawa dengan tidak lagi melakukan upacara-upacara tertentu yang sudah menjadi bagian hidup mereka. Untuk menyalurkan hasrat politik, banyak penganut Kejawen dan pemeluk baru agama Hindu yang menjadi anggota partai politik Megawati Sukarnoputri. Keterangan dari kelompok ini menyatakan bahwa kembalinya mereka kepada agama Majapahit (Hindu) merupakan kebanggaan nasional dan ini diwujudkan melalui pandangan politik baru yang penuh rasa percaya diri..
Dalam konteks sosial dan ekonomi, cirri-ciri umum yang tampak di masyarakat baru Hindu di Jawa adalah kecenderungan untuk berkumpul di pura-pura yang baru saja dibangun atau candi-candi kuno yang dinyatakan kembali sebagai tempat ibadah masyarakat Hindu. Satu dari pura-pura Hindu yang baru dibangun di Jawa Timur adalah, pura Mandaragiri Semeru Agung, di bukit dekat Gunung Semeru. Ketika pura ini selesai dibangun pada bulan Juli 1992 dengan bantuan keuangan Bali, hanya segelintir keluarga setempat secara resmi memeluk agama Hindu. Penelitian di bulan Desember 1999 menunjukkan masyarakat Hindu lokal berkembang menjadi lebih dari 5.000 keluarga.
Perpindahan agama besar-besaran yang sama juga terjadi di daerah sekitar pura Agung Blambangan yang merupakan pura baru yang dibangun di daerah sisa-sisa kerajaan Blambangan, pusat kekuatan politik Hindu terakhir di Jawa. Yang tidak kalah pentingnya adalah Candi Loka Moksa Jayabaya (di desa Menang dekat Kediri), di mana raja dan petinggi Hindu, Jayabaya, dipercaya mencapai moksa.
Gerakan Hindu lain yang juga mulai tampak terjadi di daerah sekitar pura Pucak Raung (di Jawa Timur) yang baru saja dibangun. Daerah ini disebut dalam sastra Bali sebagai tempat di mana Maharishi Markandeya, mengumpulkan pengikutnya untuk melakukan perjalanan ke Bali dan membawa agama Hindu ke Bali di abad 5 M.
Kebangkitan agama Hindu juga tampak di daerah Candi Hindu kuno di Trowulan dekat Mojokerto. Daerah ini dikenal sebagai ibukota kerajaan Hindu Majapahit. Gerakan Hindu setempat berusaha untuk mendapatkan ijin menggunakan candi yang baru saja digali sebagai tempat ibadah agama Hindu. Candi ini akan dipersembahkan bagi Gajah Mada, perdana menteri Majapahit yang berhasil mengembangkan kerajaan Hindu kecil itu sampai meliput wilayah dari Sabang sampai Merauke.
Meskipun terdapat lebih banyak pertentangan dari kelompok Islam di Jawa Tengah daripada di Jawa Timur, masyarakat Hindu ternyata juga berkembang di Jawa Tengah (Lyon 1980). Contohnya adalah di Klaten di dekat Candi Prambanan.
Selain itu candi-candi besar Hindu juga dapat mendatangkan kemakmuran baru bagi masyarakat setempat. Selain sumber penghasilan bagi pekerja pelebaran dan perbaikan candi itu sendiri, mengalirnya peziarah Bali yang terus menerus ke candi-candi nasional itu menciptakan industri baru bagi penduduk setempat. Di sepanjang jalan utama menuju Candi Semeru terdapat sederetan hotel dan took-toko yang menawarkan sesajen siap pakai, angkutan, dan makanan bagi para pendatang. Pada hari-hari raya besar, puluhan ribu peziarah akan datang setiap hari. Peziarah yang memberi sumbangan dana besar bagi candi besar itu juga ternyata menarik perhatian penduduk setempat. Kemakmuran ekonomi orang-orang Bali juga membuat penduduk setempat berpendapat bahwa budaya Hindu ternyata lebih banyak mendatangkan keberhasilan pariwisata internasional dibandingkan budaya Islam.
Pihak pendukung atau penentang Hindu biasanya menghubungkan bangkitnya agama Hindu secara tiba-tiba di Jawa dengan ramalan terkenal Sabdapalon dan Jayabaya. Dalam ramalan itu dinyatakan beberapa ciri dan bencana alam dahsyat, meskipun pengertian akan ramalan ini berbeda antara kedua pihak. Harapan terpenuhinya ramalan itu merupakan cermin ketidakpuasan yang semakin membesar atas Pemerintahan Suharto yang korup dan tangan besi di tahun 1990-an sampai berakhir di tahun 1998, yang diikuti dengan demonstrasi mahasiswa di berbagai kota di Jawa sejalan dengan krisis ekonomi Asia. Krisis politik dan ekonomi yang lebih besar yang terus berlangsung di Indonesia saat ini juga semakin menumbuhkan harapan itu.
Abdurahman Wahid, presiden Indonesia pertama yang terpilih secara demokratis, ternyata mengundang banyak kritik karena pada masanya terjadi pertentangan agama, pemberontakan di Aceh dan Papua Barat dan skandal korupsi di Pemerintahan.[2] Masyarakat luas menduga ketidakstabilan politik di bawah Pemerintahan Megawati Sukarnoputri (sejak tanggal 23 Juli 2001) akan terus berlangsung. Selain itu dikhawatirkan penindasan seperti yang terjadi di jaman Suharto akan terulang lagi. Menurut penentang dan pendukung gerakan baru agama Hindu, keadaan politik yang tak menentu saat ini sesuai dengan ramalan Sabdapalon dan Jayabaya.
Menurut legenda, Sabdapalon adalah pendeta dan penasehat Brawijaya V, raja terakhir kerajaan Hindu Majapahit. Dikisahkan pula bahwa Sabdapalon mengutuk rajanya yang meninggalkan agama Hindu untuk memeluk agama Islam di tahun 1478. Sabdapalon lalu berjanji untuk kembali setelah waktu 500 tahun berlalu di masa merajalelanya korupsi politik dan bencana-bencana alam besar, untuk mengenyahkan Islam dari pulau Jawa dan membangkitkan kembali agama dan masyarakat Hindu Jawa.
Beberapa tempat suci Hindu baru yang pertama dibangun di Jawa memang selesai dibangun sekitar tahun 1978, misalnya Pura Blambangan di daerah Banyuwangi. Sesuai dengan ramalan, Gunung Semeru meledak di waktu itu pula. Semua ini dianggap sebagai bukti tepatnya ramalan Sabdapalon. Pihak penentang Hindu dari agama Islam menerima prinsip ramalan itu, meskipun menafsirkannya secara berbeda. Beberapa kalangan Islam menganggap murtadin yang memeluk Hindu disebabkan karena kelemahan sesaat dalam masyarakat Islam itu sendiri, dengan menyalahkan sifat materialisme di dunia modern dan turunnya nilai-nilai Islami atau karena penerapan Islam yang tak murni melalui tata cara ibadat Kejawen (Soewarno 1981). Menurut pendapat mereka, ‘kembalinya Sabdapalon’ berarti ujian bagi Islam dan perlunya memurnikan dan membangkitkan kembali iman Islam.
Ramalan yang lain yang juga terkenal di seluruh Jawa dan Indonesia adalah ramalan Jayabaya. Buku tentang ramalan ini yang ditulis oleh Soesetro & Arief (1999) telah jadi best seller nasional. Ramalan Jayabaya juga seringkali didiskusikan di Koran-koran. Ramalan-ramalan kuno ini memang bagian dari percakapan dan diskusi sehari-hari dalam masyarakat Indonesia.
Tokoh legendaris Sri Mapanji Jayabaya berkuasa di kerajaan Kediri di Jawa Timur dari tahun 1135 sampai 1157 Masehi (Buchari 1968:19). Dia terkenal atas usahanya menyatukan kembali Jawa setelah pecah karena kematian raja sebelumnya, Airlangga. Jayabaya juga terkenal karena keadilan dan kemakmuran kerajaannya dan karena pengabdiannya bagi kesejahteraan rakyatnya. Jayabaya dikenal sebagai titisan dewa Wishnu dan dianggap sebagai ‘ratu adil’ yakni raja yang bijaksana yang muncul di jaman edan di akhir putaran tatasurya untuk menegakkan kembali keadilan sosial, keteraturan dan keseimbangan di dunia. Banyak yang percaya waktu datangnya sang ratu adil yang baru telah dekat (seperti yang disebutkan dalam ramalan itu, “jika kendaraan-kendaraan besi bergerak sendiri tanpa kuda-kuda dan kapal-kapal berlayar menembus langit“), dan ia akan datang untuk menyelamatkan dan menyatukan nusantara kembali setelah krisis hebat yang mengantarkan kepada awal jaman keemasan yang baru.
Orang-orang Hindu Jawa mengenang Sabdapalon dan Jayabaya dengan penuh kebanggaan karena mewakili jaman keemasan sebelum Islam. Kalangan Islam sendiri sebaliknya percaya bahwa Jayabaya itu sebetulnya adalah seorang Muslim dan Sabdapalon tidak mau masuk Islam karena saat itu dia berhadapan dengan bentuk Islam yang salah dan tidak murni lagi (Soewarno 1981). Meskipun begitu, para penelaah ramalan dari pihak Muslim dan Hindu setuju bahwa sekaranglah masa terjadinya bencana hebat. Mungkin dalam bentuk reformasi politik besar-besaran dan mungkin pula sebuah revolusi. Kedua belah pihak juga setuju bahwa sistem pemerintahan demokrasi yang murni hanya dapat terlaksana dengan adanya pemimpin yang bermoral sangat tinggi yang mencampurkan kesadaran demokrasi modern dengan karisma kepemimpinan tradisional.
Pengaruh ramalan Jayabaya tampak nyata pada diri masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan dan ini tampak pula dengan kunjungan-kunjungan rahasia yang dilakukan Presiden Abdurahman Wahid (sekali sebelum dia dicalonkan untuk jadi presiden dan sekali lagi sebelum dia terpilih) sewaktu menjabat ketua NU ke candi keramat Raja Jayabaya di Bali, Pura Pucak Penulisan. [3] Setelah kunjungan pribadi malam hari di pura Hindu kuno ini, demikian menurut pengakuan pendeta-pendeta Hindu setempat, Gus Dur berbicara dengan mereka untuk waktu lama tentang ramalan-ramalan Jayabaya dan kedatangan kembali ratu adil.
Catatan Kaki:
[1] The other four state-recognized religions (agama) are Islam, Catholicism, Protestantism, and Buddhism (mainly Indonesians of Chinese ethnicity). Unrecognized religions are categorized by the state as minor ’streams of belief’ (aliran kepercayaan) or are simply treated as a part of different local ‘customs and traditions’ (adat).
[2] As I am writing this, parliamentary procedures have been set into motion so as to impeach President Abdurahman Wahid on allegations of his involvement in corruption scandals.
[3] Pura Pucak Penulisan is still an important regional temple, and was a state temple of Balinese kings from the eighth century AD (Reuter 1998). Many statues of Balinese kings are still found in its inner sanctum, including one depicting Airlangga’s younger brother Anak Wungsu. Literary sources suggest that intimate ties of kinship connected the royal families of Bali with the dynasties of Eastern Javanese kingdoms, including Kediri. Jayabaya’s predecessor Airlannga, for example, was a Balinese prince.
Referensi:
Adorno, T. W. 1978. ‘Freudian Theory and the Pattern of Fascist Propaganda‘. In A. Arato & E. Gebhardt (eds), The Essential Frankfurt School Reader. Oxford: Basil Blackwell.
Bakker, F. 1995. Bali in the Indonesian State in the 1990s: The religious aspect. Paper presented at the Third International Bali Studies Workshop, 3-7 July 1995.
Beatty, A. 1999. Varieties of Javanese Religion. Cambridge: Cambridge University Press.
Buchari 1968. ‘Sri Maharaja Mapanji Garasakan’. Madjalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, 1968(4):1-26.
Ellingsen, P. 1999. ‘Silence on Campus: How academics are being gagged as universities toe the corporate line‘. Melbourne: The Age Magazine, 11.12.1999:26-32.
Fox, J. & Sathers, C. (eds) 1996. Origins, Ancestry and Alliance: Explorations in Austronesian Ethnography. Canberra: Department of Anthropology, Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University.
Geertz, C. 1960. The Religion of Java. Chicago: The University of Chicago Press.
Hefner, R. 1985. Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam. Princeton: Princeton University Press.
Hefner, R. 1987. ‘The Political Economy of Islamic Conversion in Modern East Java‘. In W. Roff (ed.), Islam and the Political Economy of Meaning. London: Croom Helm.
Hefner, R. 1990. The Political Economy of Mountain Java. Berkeley: University of California Press.
Hefner, R. 1997. ‘Islamization and Democratization in Indonesia’. In R. Hefner & P. Horvatich (eds), Islam in an Era of Nation States: Politics and Religious Renewal in Muslim Southeast Asia. Honolulu: University of Hawaii Press.
Kaplan, M. 1995. Neither Cargo nor Cult: Ritual Politics and the Colonial Imagination in Fiji. Durham (NC): Duke University Press.
Lee, K. 1999. A Fragile Nation: The Indonesian Crisis. River Edge (N.J.): World Scientific.
Lindstrom, L. 1993. Cargo Cult: Strange Stories of Desire from Melanesia and Beyond. Honolulu: University of Hawaii Press.
Lyon, M. 1980. ‘The Hindu Revival in Java”. In J. Fox (ed.), Indonesia: The making of a Culture. Canberra: Research School of Pacific and Asian Studies, Australian National University.
Ramstedt, M. 1998. ‘Negotiating Identity: ‘Hinduism’ in Modern Indonesia‘. Leiden: IIAS Newsletter, 17:50.
Reuter, T. 1998. ‘The Banua of CandiPucak Penulisan: A Ritual Domain in the Highlands of Bali’. Review of Indonesian and Malaysian Affairs, 32 (1):55-109.
Schwartz, H. 1987. ‘Millenarianism: An overview’. In M. Eliade (ed.), The Encyclopedia of Religion, Vol. 9:521-532. New York: MacMillan.
Smelser, J. 1962. Theory of Collective Behavior. London: Routledge and Kegan Paul.
Soesetro, D. & Arief, Z. 1999. Ramalan Jayabaya di Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Soewarna, M. 1981. Ramalan Jayabaya Versi Sabda Palon. Jakarta: P.T Yudha Gama.
Stewart, K. & Harding, S. 1999. ‘Bad Endings: American Apocalypsis‘. Annual Review of Anthropology 28:285-310.
Stewart, P.J. 2000. ‘Introduction: Latencies and realizations in millennial practices‘. Ethnohistory 47(1):3-27. [Special Issue on Millenarian Movements.]
Timmer, J. 2000. ‘The return of the kingdom: Agama and the millennium among the Imyan of Irian Jaya, Indonesia’. . Ethnohistory 47(1):29-65.
Catatan:
Dr Thomas Reuteradalah peneliti di Queen Elizabeth II, University of Melbourne’s School pada program studi Antropologi, lingkungan dan geografi. Artikel yang memuat hasil penelitian beliau yang dipublikasi oleh Australian Journal of Anthropology dapat di baca di link ini.
Contoh Penghasilan Anda :
- Anda mengklik 30 iklan perhari = $0.30
- Anda memiliki 20 referral (anggota) yang mengklik 30 iklan perhari = $6.00
- Penghasilan harian anda = $6.30
- Penghasilan mingguan anda = $44.1
- Penghasilan bulanan anda menjadi = $189.00
Contoh di atas hanya mengambil sample 20 orang anggota anda dengan 30 klik perhari. Suatua saat anda akan memperoleh klik lebih dari itu dan juga bisa kurang dari itu. Lalu bagaimana bila jumlah referral anda lebih banyak dari itu?
Caranya bergabung :
1. Klik http://bux.to/?r=yusielani
2. Klik link "Register"
3. Isi seluruh item yang diminta. (kalau belum punya email alertpay, registrasi di http://www.alertpay.com/)
4. isi referrer anda : yusielani (harus diisi, agar tidak terjadi dispute dikemudian hari)
5. sesudah semua kotak terisi, klik tombol "register"
6. check email anda.
Setelah anda melakukan registrasi, maka anda sudah bisa melakukan login ke akun anda dan melakukan aktifitas menuai dollar setiap hari, yaitu dengan cara mengklik iklan yang ada pada saat itu. Lakukan aktifitas ini setiap hari, maka akun anda akan terus bertambah.
Untuk mempercepat kesuksesan anda, maka ajaklah teman dan sahabat anda untuk bergabung dan menjadi bagian dari team anda, karena setiap kali team anda melakukan aktifitas (klik iklan) maka akun anda juga akan ikut bertambah. Semakin banyak sahabat anda yang bergabung maka semakin banyak sahabat anda yang anda ajak untuk sukses bersama.