Pura Majapahit Bukan Dongengnya Abunawas

Saturday, January 2, 2010


Majapahit. Pada jaman dahulu banyak sekali Cerita Kepahlawanan yang dapat dijadikan Suri Tauladan dimana Kerukunan sangat dihargai. Bahkan Bung Karno (Presiden I RI) pernah berkata bahwa "janganlah berpolitik seandainya anda belum membaca cerita SAMKOK, Cerita Sie Djien Kwie Tjengtang diteruskan Tjengsee, Bharata Yudha, Wajang Poerwa, Palguna Palgunadi, Ming Hyang Nie dll". Setelah itu, pada tahun 1965 terjadi Pembunuhan manusia secara besar-besaran dengan mengecap orang yang dibunuh sebagai Komunis. Tulisan Cina juga dilarang, sampai-sampai kegiatan di Klenteng dan apapun yang berbau Budaya Cina dilarang. Sejarah Kepahlawanan ditutup dan tidak boleh disebarluaskan. Banyak sekali pahlawan Pejuang Kemerdekaan dipenjarakan, seperti misalnya Bung Tomo, juga pernah ditahan. Gubernur Bali, Sutedja, juga hilang di culik sampai kini tak ketahuan dimana rimbanya. Pendopo yang berani memasang foto Bung Karno segera dihancurkan, bahkan orangnya bisa di bunuh dan di cap PKI. Setelah itu Cerita-Cerita Arab yang mulai dikembangkan dan lebih dominan. Dakwah di desa-desapun hanya bercerita mengenai masalah Agama Islam, pengetahuan rakyat sangat minim, apalagi saat itu, hampir semua orang takut membaca cerita-cerita yang berbau Cina (cerita non-Islam), padahal kita semua adalah saudara. Makam Cina banyak yang digusur, ijin pendirian Gereja juga tidak pernah ada. Punden/Tempat Pemujaan Leluhur dihancurkan seperti misalnya Batu di Makam Mbah Jonggo Bukit Karanggayam Trenggalek di Gelundungkan kebawah, akan tetapi anehnya batu itu bisa kembali ketempatnya semula, dan banyak lagi Sarean-sarean yang tidak luput dari Penghancuran, Ruwat deso juga diberantas di anggap Musrik, bahkan Larung Sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo dilarang Bupati [berita koran]. Adat Jawa diberantas habis-habisan, banyak sekali penganut Kejawen yang dibunuh. Dengan demikian maka banyak masyarakat kita yang buta terhadap Sejarah sendiri. Jangankan cerita Rakyat, Buku Tentang Bung Karnopun dilarang, semua Buku dianggap Komunis. Sehingga kalau dilihat sejak 1965 s/d 2009, maka bila pada waktu itu seseorang berusia 10 tahun, maka pada saai ini kemungkinan dia adalah seorang Kiyai berusia 59 tahun. Mereka tidak mengenal siapa sebenarnya Bung Karno Pendiri R.I, Penggali Pancasila. Sejarah benar-benar ditutup, sampai akhirnya terjadi Reformasi, sehingga Hari Raya Nyepi dan Waisak merupakan Hari Libur Nasional, budaya Barongsai diijinkan kembali, dipedesaan, hampir semua orang tidak mengetahui apa itu Budha. Karena mereka tidak pernah mendengar cerita mengenai Sidarta. Kaum Konghucu yang Warganya menikah tidak diberikan surat, berita memenuhi Media, Rakyat dididik untuk anti terhadap Agama selain Islam. Pejabat dengan sinis mengatakan Orang Cina Nyembah Pekkong, ini sangat mengejutkan, ternyata semua tertulis nyata dalam Buku Tan Koen Swie, yang baru awal 2009 diterbitkan sebagai Sejarah Kadiri. Sama ketika 500 tahun yang lalu Orang selain islam dikatakan Kafir/Kufur/Batil/Kawak/Kuwuk dll, kitab Buddha dan Lontar-Lontar dibakar, tahun 1965 sama juga. Prof. DR Slamet Moelyana, seorang Pakar Majapahit bukunya juga dilarang beredar, Beliau sampai Mengajar di Universitas Nan Yang Singapura [majalah Tempo]. Jadi apapun yang berbau Majapahit, Bung Karno, Komik Lokal tidak boleh beredar, justru Cerita Arab, Kepahlawanan Perang Salib anak anak pada Hafal, Perang Arab Israel, dimana Israel dijelek-jelekkan, kita diajar Larut mengikuti Cerita Timur Tengah khusus cerita Nabi, Komikpun yang berbau bukan Arab sangat langka, kalau tidak salah ada Komik “Serangan 1 maret di Jogja” yang beredar di pedesaan jawa Tengah. Sejarah memang ada, itupun kalangan terbatas, Ada sejarah Senirupa jilid 2 tapi untuk Mahasiswa seni, disitu ada Candi-Candi Majapahit untuk Orang Seni Pematung/Pelukis yang mungkin juga kurang diperhatikan, Hak pengarangpun dibatasi, buku banyak dilarang, pikiran dipersempit/diperbodoh, tidak ada buku perbandingan selain buku cerita Rosul Arab, jadi monoton, Agamapun Monoton, selain pendirian Masjid jangan harap dapat ijin, Gereja pun banyak dirusak/dibakar, tontonan kekerasan Agama hingga kini selalu primadona. Bisa menghancurkan Sanggar Sapto Darmo, Membakar Kampus/Masjid Ahcmadiah, Ribut Agama melecehkan Agama lain dsb dst dll berita Afdol di TV. Pidato-Pidato hanya kebesaran Arab di pedesaan, Pengajian keliling tiap rumah, nanti orang bikin Acara selain Acara Arab sudah di curigai, sampai Jaranan harus ada ijin, Samrohan, terbangan pokok seni Arab bebas. Karena mayoritas, akhirnya sudah sangat menguasai dianggap pedesaan sudah seperti di Arab, Busanapun Arab. ini makin menjadi-jadi sampai Warung Buka di Ramadan di TV dipertontonkan, Satpol PP ribut sama pemilik warung yang dilarang buka, Orang makan lari terbirit-birit, dipertotonkan seolah-olah sedang di Arab 1000 tahun yang lalu, di Arab saat ini tidak separah di Negri ini, berita Arab paling Nyoting Para Tenaga Kerja Ratusan tinggal di Bawah jembatan di Arab, Babu Mati ditangisi Keluarganya, Petinya baru datang dari Arab, Wanita luka parah pulang dari Arab dikirim ke Singapura berobat, Yang Spektakuler itu Abu Ali ditangkap Densus 88 membiayai Teroris, Tapi kini hilang sudah, Pengepungan Teroris diwarnai berondongan Bedil ala Film TV jam 21.00 di Trans/Glogal. di Trowulan Takmir/Imam Karyona Kupluk’an Kaji dan Selempang Kain Arab di Bahunya, bak Pemilik Negara Sliwar Sliwer memata-matai Pura Majapahit, tempat Leluhur Nusantara, yang dianggap kegiatan setan dan musuh negara [Arab?], ada orang Bali yang datang, cepat menggalang anak buahnya Nyerbu Pura, bukannya aparat membantu Pura, malah Pemilik Pura Majapahit [korban] dipanggil Surat Resmi ke POLRES Mojokerto, Akhirnya 5 Pengacara dari UNTAG mendampingi, dan dari Pengacara kini Hyang Suryo Pemilik Pura/Keraton Majapahit dilarang mendatangi panggilan apapun, tiap panggilan harus diserahkan Pengacara, demikian ironisnya Hidup di Pedesaan, Apalagi Trowulan Pusat Majapahit yang harusnya dijaga, dibuat Percontohan Pancasila, Karena disinilah Pernah Tinggal Mpu Tantular, serta Kebesaran Majapahit, bukan diserahkan segelintir Orang Arab berpisik Jawa, menerapkan Adat arab 500 tahun yang lalu [Arab sekarang Moderen, Babu ngimport dari sini], Sudah sejak Jaman Dahulu Cerita 1001 Malam Abunawas itu Dongeng Ngibul seperti Lampu Aladin dll, Orang diberi Harapan Punya Jin dan Kaya, padahal Cerita lebih Hebat milik Bangsa Sendiri, banyak seperti Pendirian Candi Sewu hanya semalam, Roro Jonggrang, Panji Asmoro Bangun, Mahisasura Gunung Kelut dll Cerita Rakyat 1001 malamnya Lokal, seperti Pura Majapahit memamerkan Acara Srada /Odalan Zaman Majapahit, dimana tidak perlu biaya Orang tulus iklas Upacara di Candi Yang jelas siapa yang melinggih, ini malah dilarang, memuja Leluhur sendiri dengan Acara asli Majapahit ditangani ahlinya, bukan rekayasa, Tapi dicurigai, memang karena banyak Orang Maling teriak Maling, Orang tukang Nipu orang lain pun dianggap Nipu, memang Nipu itu Hak asasi, Contoh Arab nipu Mati Ngebom nanti dijemput Bidadari, sah-sah saja, yang ditipukan mau ngebom bunuh diri, risikonya ada komplotannya dikepung Densus 88 dan mati ditembak. Malah ini cocok dengan Hukum Karmapalanya orang Jawa “Nandur Bakal Metik” istilah keren nya “Menabur Angin Menuai Badai” jadi Pura Majapahit nyata, upacaranya ternyata ada di Kitab NEGARAKERTAGAMA ngupacarai Ibu, di Pura Majapahit Ibu Ratu Mas bukan diambil dari kitab Arab, Candi Tempat Leluhur stil Majapahit biarpun kecil, Gapura Rumah Stil Majapahit dan satu-satunya di Trowulan yang memakai Kuri Agung Tumpang 3 yaitu Rumah Majapahit, semua dibikin nyata bukan dongeng, tapi dilarang bahkan ditutup olrh MUSPIKA atas perintah Imam/Takmir Karyono Wakil Arab.

0 Responses to Pura Majapahit Bukan Dongengnya Abunawas

Post a Comment

Baca Juga Artikel Lainnya :

Klub Bisnis Internet Berorientasi Action
lowongan investasi kerja di internet
internet marketing

Recent Comments

free counters