Majapahit. Pada hari Sabtu tanggal 6 Februari 2010 (Hari Tumpak Wayang), suasana PURI SURYA MAJAPAHIT BALI yang didalamnya terdapat Pura Ibu Majapahit, nampak demikian ramai. Terdengar irama musik Barongsai yang meledak ledak diantara suasana langit yang mendung pekat dan diiringi oleh hujan rintik-rintik. Ketika itu, tepat pukul 19.00 WITA, Guruh Sukarnoputra bersama-sama dengan Sri Wilatikta Tegeh Kori Kepakisan I (Raja Majapahit Bali) beserta rombongan, tiba di Kraton Ibu Majapahit. Rombongan tersebut langsung disambut oleh Hyang Bhatara Agung Surya Wilatikta Brahmaraja XI (Raja Abhiseka Majapahit Masa Kini), dan beberapa saat kemudian mereka sudah duduk bersila di Pendopo Agung Majapahit. Ucapan Selamat datang yang disampaikan oleh Empu Pandita Agung Majapahit GRP Prawirodipoero diteruskan dengan mengheningkan cipta yang diperuntukkan bagi Para leluhur, termasuk untuk mengenang Bung Karno sebagai leluhur Bangsa Indonesia.


Dalam sambutannya, Raja Abhiseka Majapahit Brahmaraja XI yang dipanggil sebagai Guruh Hyang Surya ini terdengar sangat lucu dan ilmiah. Dikatakan bahwa sebelum Guruh Sukarnoputra tiba, suasana alam sedemikian mendung dan di langit terdengar suara guruh yang berkepanjangan "Grudug...Grudug...Grudug..." di Langit dan cahaya halilintar menggelegar " Pyar...Pyar...Pyar" di bagian selatan Keraton, hal ini sangat mirip dengan Guruh yang Maestro Seni, bila Suara Mahardhika [Sanggar Seni Tari Guruh] mengadakan pertunjukan, maka suara musiknya terdengar berdentam-dentam kemudian sinar lampu sorotpun berkerlap-kerlip berganti-ganti warna. Hal ini sangat mirip dengan suasana alam yang bergemuruh. Hal inilah yang membuat para pengunjung turut bersorak-sorai penuh dengan tawa. Akan tetapi Brahmaraja kelihatan demikian serius dan mengatakan ini adalah ilmiah dan kasunyatan karena memang demikianlah guruh di langit pada saat itu. Yang kemudian membuat para pengunjung kembali terdiam hening.


Lebih jauh dijelaskan bahwa Guruh adalah putra pendiri Republik Indonesia (Bung Karno), Manusia Tersakti dan terpandai di dunia, dimana jumlah titel DOKTOR Bung Karno sebanyak 26 buah, jadi ini yang membuktikan bahwa Bung Karno orang yang terpandai, kemudian dikatakan tersakti, karena Bung Karno yang sejak sangat muda sudah keluar-masuk Penjara untuk kepentingan Kemerdekaan Indonesia dan sampai dibuang ke Ende, ke Bengkulu sampai mengenal Ibu Fatmawati yang telah melahirkan Guruh. Setelah menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia yang didirikannya, Bung Karno mengalami penggranatan, penembakan dan berbagai usaha pembunuhan, akan tetapi Bung Karno tetap hidup dan ini telah membuktikan bahwa Bung Karno adalah Orang Tersakti. Namun yang paling ironis adalah bahwa justru Bung Karno meninggal di dalam Tahanan Republik Indonesia yang didirikannya.


Pada acara pertemuan ini Brahmaraja XI juga menyerahkan Cindramata berupa Patung Ganesa, simbul Dewa Terpandai dan Tersakti. Simbul Bung Karno yang diterima Guruh Sukarnoputra dengan gembira.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng Tumpak Wayang oleh Brahmaraja XI dan potongannya kemudian diserahkan kepada Guruh. Potongan tumpeng juga diserahkan kepada Raja majapahit Bali, Sri Wilatikta Tegeh Kori yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Marhaen yang didirikan oleh Bung Karno pada tahun 1963 dan kemudian berganti nama menjadi Universitas Mahendradata, karena pada saat itu nama Bung Karno dilarang dan dihapus dari sejarah oleh Pemerintah Orba. Pucuk Tumpeng kedua diserahkan kepada Ramessharty dari World Hindu Youth Organization.


Acara kemudian diteruskan dengan sambutan dari Raja Majapahit Bali yang menganjurkan agar Ajaran Bung karno tetap dilaksanakan dan dilestarikan termasuk Pancasila dan Kerukunan NASAKOM [Nasional Agama dan Komunis] yang pada saat ini kita sudah kembali rukun dengan Rusia dan China yang memakai sistem pemerintahan Komunis dimana pada era perdagangan bebas ini, China berhasil menguasai Dunia, dan kita harus bisa menerima kenyataan ini. Tepuk tangan para Pengunjungpun terdengar demikian menggema.

Pada kesempatan itu, Guruh membuat Prasasti yang berbunyi "Semoga Sinar Surya majapahit selalu bersinar di Nusantara dan Dunia". Sambil menyalami Hyang Surya, Guruh berucap : "Saya akan tetap memanggil Hyang Suryo saja, kan lebih Akrab".

Acara kemudian diteruskan dengan meninjau Musium Pura Ibu Majapahit, dimana pusaka-puasaka kembar Majapahit di pamerkan. Guruh nampak berdecak kagum ketika melihat pusaka langka tersebut akan tapi tetap sepasang dan Guruh selalu menancapkan dupa pada pusaka yang dilihatnya, karena pusaka adalah Warisan Leluhur yang harus dilestarikan, dan ketika sampai di depan Pratima Airlangga, Guruh berdoa dan menancapkan dupa kemudian memerciki Pratima Prabu Airlangga itu dengan Tirta sebanyak tiga kali. Dan beberapa saat kemudian Guruh memperoleh percikan Tirta di kepalanya sebanyak tiga kali dari tangan Brahmaraja XI, dan kemudian tirtha tersebut diminum sebanyak tiga kali, dan tirtha ke-empat diusapkan kewajahnya.


Acara kemudian diteruskan dengan melihat Keris Empu Gandring, pada saat itupun Guruh kembali menggeleng-gelengkan kepalanya karena merasa kagum akan keindahan keris yang belum sempurna dan bergambar Naga Kembar tapi nampak demikian indah.

Guruh kemudian berdoa di Gedong / Klenteng tempat leluhur putri yang dari China, menancapkan dupa dan kemudian memegang Pedang Kerajaan China, dimana Pedang ini banyak dipegang oleh Caleg [Calon Legislatif] Pemilu 2009 dan semua yang berhasil memegang Pedang ini bisa masuk menjadi pejabat legislatif.

Guruh kemudian berdoa dihadapan dawang berkepala naga yang biasanya menjadi Kaki Candi, yang berfungsi sebagai penguat agar candi tidak goyang dan Naga berfungsi sebagai Pengikat yang disebut sebagai Putaran Mandara Giri. Dawang (Kura-Kura) yang terbuat dari Batu Giok pada masa Peninggalan Dinasti MING berangka tahun 1482 ini, sangat mirip dengan Dawang yang dikendarai oleh Dewi Kwan Im Bertangan Seribu yang kalau di Bali disebut sebagai Durga Mahisa Nandini, yang sering juga diupacarai di Universitas Mahendradata.

Dengan dikawal oleh tarian Barongsai, akhirnya pada pukul 22.oo Guruh meninggalkan Puri Majapahit. Doa restupun disampaikan oleh Hyang Suryo yang ber-Abhiseka Sri Wilatikta Brahmaraja XI, sambil memohon agar selalu selamat dan sejahtra dalam perjuangan di Ranah Politik yang sedang diembannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat [DPR] dan Majelis Permusyawarahan Rakyat [MPR] Republik Indonesia, untuk melaksanakan cita-cita Bung Karno sebagai Ayah Biologis dan Idiologis dimana Ajaran Sukarno [Sukarnoisme] bisa dilaksanakan. Karena terbukti ajaran Sukarnoisme masih relevan pada saat kondisi bangsa yang mulai terpecah-belah, serta kurangnya Cinta Tanah Air [Nasionalisme]. Kita harus Berdiri Diatas Kaki Sendiri [Berdikari] dalam Bidang Ekonomi yang juga pernah diajarkan oleh Bung Karno serta Menyatukan Nasional, Agama dan Komunis [NASAKOM] dimana pada dekade 1965-1966 yang lalu Nasionalisme dan Komunisme berhasil ditumpas oleh Islam dan kini hampir menjadi Negara Islam, dimana Gereja Kristen banyak di Hancurkan, bahkan dibom, kebebasan beragamapun di Pasung oleh Islam, bahkan kepercayaan dan budayapun dihancurkan dan dituduh sesat oleh Majelis Ulama Islam Indonesia [MUII] dan bahkan banyak hal yang diharamkan, agar dapat mengikuti Quran dan Hadist Arab.

0 Responses to Kunjungan Guruh Sukarnoputra ke Puri Majapahit

Post a Comment

Baca Juga Artikel Lainnya :

Klub Bisnis Internet Berorientasi Action
lowongan investasi kerja di internet
internet marketing

Recent Comments

free counters